Sejarah asal mula nama Rondo Kuning
yang berada di Desa Giriwarno, Kecamatan Girimarto, Kabupaten Wonogiri. Menurut cerita bahwa Rondo Kuning dulunya adalah lahan persawahan yang
sangat subur, tanah tersebut merupakan tanah bengkok Demang Giriwarno pada
jaman penjajahan. Pada suatu saat selagi musim panen tiba, nampaklah sebuah
pemandangan yang sangat indah yaitu warna kuning padi yang sudah siap untuk
dipanen. Pada musim panen padi, dimana ada padi menguning pasti banyak orang yang
datang untuk membantu menuai padi, dengan upah sebagian padi hasil kerjanya. Begitu
juga dengan sawah di tempat Desa Giriwarno yang sudah siap untuk dipanen,
banyak sekali orang yang datang untuk membantu menuai padi. Tidak hanya masyarakat
di Desa Giriwarno, bahkan banyak orang yang datang dari luar daerah Desa Giriwarno
untuk membantu menuai padi tersebut dengan harapan mendapatkan upah. Mereka
yang datang kebanyakan dari sosial ekonominya kurang mampu.
Dari mereka yang membantu menuai padi
disawah, ada seorang wanita yang berwajah cantik dan kerkulit kuning.
Semua menjadi heran dan bertanya-tanya dalam hatinya mengapa orang secantik itu
turut membantu menuai padi (golek derepan : jawa). Hal tersebut dikarenakan kebanyakan
yang datang membantu adalah para petani yang hidup serba kekurangan, berkulit
hitam kusut, bahkan pakaian yang dipakaipun hanya alakadarnya. Melihat
kedatangan seorang wanita cantik itu kemudian ada yang bertanya “dari mana
asalnya”, wanita itu hanya menjawab “ia berasal dari jauh dan ia berstatus
janda”. Tidak banyak yang ditanyakan, mereka terus bekerja agar pekerjaannya
cepat selesai dan segera mendapatkan upah. Pada saat pekerjaan selesai semua
berkumpul dengan membawa hasil kerjanya masing-masing untuk segera mendapatkan
upah (bawon: jawa) dari yang punya sawah, banyak sedikitnya upah tergantung
dari hasil yang mereka dapat masing-masing. Semua pekerja nampak terkejut
setelah diberikan upah, ternyata wanita cantik itu tidak turut minta upah. Semua
orang mencari disekitar sawah tersebut, tetapi wanita cantik itu tidak dapat
ditemukan. Akhirnya mereka menduga bahwa wanita cantik yang ikut menuai padi tersebut
bukanlah orang sembarangan, karena menghilang secara misterius dan tidak ada
yang mengetahui entah kemana. Merekapun kemudian segera pulang membawa upahnya
masing-masing sebab hari sudah hampir menjelang malam. Sambil berjalan pulang
mereka menceritakan kepada siapa saja yang mereka temui di jalan, bahkan kepada
para tetangga di rumahnya masing-masing, bahwa di sawah tempat mereka bekerja
ada Rondo Kuning hilang. Sejak itulah lokasi persawahan terkenal dengan sebutan
Rondo Kuning.
Peristiwa yang dialami para pekerja
sawah tersebut ternyata berkaitan dengan peristiwa yang dialami oleh Bapak
Muriyadi (mantan Kades Giriwarno) semasa masih menjabat sebagai Kepala Desa
Giriwarno. Pada suatu malam tepatnya di tahun 1990, beliau bermimpi didatangi sosok
orang tua dan berkata bahwa disebelah utara kantor desa terdapat sebuah pusaka
dari Keraton Surakarta, pusaka tersebut ingin ikut padanya dan agar kerasan
(bĂȘtah: jawa ) supaya dibuatkan tempat duduk. Mimpi tersebut kemudian diceritakan
kepada beberapa orang hingga beliau juga menceritakan kepada orang yang ahli
dalam tafsir mimpi. Dari orang tersebut beliau disarankan untuk mencari orang
yang ahli dalam hal mengambil benda pusaka, termasuk benda yang dikatakan dalam
mimpi tersebut. Akhirnya pada suatu hari beliau menyuruh seseorang yang dapat
mengambil benda pusaka sebagaimana yang terletak sesuai petunjuk dalam mimpinya.
Mimpi beliau ternyata benar terbukti, bahwa di sebelah utara kantor desa terdapat
sebuah patung wanita berwarna kuning yang berkain tetapi tidak memakai baju.
Kemudian patung tersebut disimpan dan dirawat dengan baik, dengan harapan akan
membawa berkah sebab beliau berkeyakinan bahwa benda tersebut mempunyai
kekuatan ghaib yang tidak bisa dilihat seperti apa dan berupa apa. Sesuai mimpi
beliau bahwa benda pusaka tersebut agar dibuatkan tempat duduk, pembuatan
tempat duduk tersebut terlaksana pada tahun 1992. Beliau minta bantuan kepada
Mahasiswa Seni Rupa UNS yang kebetulan pada saat itu KKN di Desa Giriwarno, tempat
duduk yang dibuat bukan berupa tempat duduk pada umumnya, melainkan berupa
patung seorang wanita. Akan tetapi mahasiswa tersebut tidak bisa membuatnya yang kemudian meminta bantuan temannya seorang arsitek. Dalam diskusi pembuatan patung terdapat suatu hal yang aneh, yakni sebelum dibuat patung seoarang arsitek mengambil gambar benda pusaka terlebih dahulu, namun anehnya dalam pengambilan gambar tersebut tidak kelihatan sama sekali, yang terlihat hanya berupa kabut. Akhirnya dibuatlah patung replika dari benda pusaka tersebut terlebih dahulu sebelum dibuat patung yang besar, setelah pembuatan patung selesai kemudian patung tersebut ditempatkan disebelah kantor Desa Giriwarno. Harapan pembuatan patung tersebut sesuai permintaan dari mimpi beliau, selain itu beliau juga berharap patung tersebut agar menjadi tempat ruh sesuai dengan petunjuk dalam mimpinya agar dibuatkan tempat duduk. Patung tersebut dibuat sesuai dengan bentuk asli dari
benda pusaka yang diperbesar kurang lebih setinggi 1,5m.
Mohon maaf apabila gambar diatas terlihat pornografi, karena memang patung tersebut dibuat sesuai bentuk aslinya.
Sumber referensi:
Wardi. 2006. Sejarah Giriwarno. Wonogiri.
Wawancara:
Muriyadi (mantan Kades Giriwarno)
Wardi. 2006. Sejarah Giriwarno. Wonogiri.
Wawancara:
Muriyadi (mantan Kades Giriwarno)